Walau sudah 12 tahun yang lalu, ingin rasanya kutulis kejadian itu. Tepatnya dijalan Sudirman dekat lampu merah aku salah jalan, ternyata motor dilarang lewat jalur itu, priiiiitttttt seketika aku terkejut karena priwitan polisi yang nyaris tertelan itu ditujukan padaku. ”Selamat siang mas”, seraya hormat dan mencabut kunci motorku.
Dengan santai sesuai pintanya kudorong motorku merapat keposko tawar menawar di sudut jalan itu. Ironisnya yang selalu terpikir olehku adalah saat-saat sepert itu memang sesuatu yang sangat mengasikkan bagiku, maklumlah sudah cerita kuno kalau pak polisi akan ngajak damai, tawar menawar, sepakat lalu tancap gas........
”Anda melanggar mas, motor tidak boleh lewat jalur ini” katanya, aku sudah siap beraksi, ”Oo.. bgitu ya pak, jadi harusnya lewat mana ya pak” jawabku dengan sopan. Lalu dengan berlaga ramahnya sang ”pelayan masyarakat itu” mengatakan ”lain kali anda lewat jalur ini, lalu jalur itu”. ”Oo begitu ya pak, terima kasih pak lain kali saya akan lewat situ” jawabku dengan mimik muka innocent.
Sambil liat-liat kesekitar bundaran dengan patung yang mesti akan dibongkar Nabi Ibrahim bila ada pada zamannya, aku menunggu dan yakin polisi itu akan memulai aksinya. Tiba-tiba ” Ditilang dek?” tanyanya polos, ”Iya pak silahkan” jawabku santai. Lalu polisi itu menjauh sekitar 8 meter selama 5 menit entah apa yang dilakukannya. Berikutnya , ”Ditilang saja dek ?” dia coba bertanya lagi, ” Oo..iya pak silahkan” , jawabku menggoda.
Ia mulai menghianati negera ini. Rupanya polisi yang tak kuingat pangkatnya itu kurang mendapat pelajaran teknik ”punglingisasi” yang baik, pertanyaan yang sama dan menjauh lagi dengan jarak & waktu yang nyaris sama. Aku yakin sesaat lagi aku berhasil ngerjain tikus kecil kota yang kotor tapi berlaga bersih ini, semakin kunikmati setiap episodenya. Dasar gak kreatif, dia kembali kepadaku ”Jadi bener ditilang nih dek ?” tanyanya lagi tidak sopan, dia pikir aku manusia dungu yang tidak mengerti bahasa manusi atau memang tampangku yang keliatan dungu, bisa jadi. Agar tidak keliatan dungu spontan kujawab ”Memang bisa gak ditilang ya pak?” jadi dungu beneran. Tak kalah spontan dia menjawab ”Ya gak bisa...., harus ditilang”. Dia sedang menunjukkan kedunguan sejatinya. Bagai bola pimpong yang dimainkan team Jepang, langsung pula kujawab. ” Ya sudah to pak ditilang saja, kenapa pake tanya” dengan sedikit menunjukkan kewibawaan & kepuasan atas kemenangan satu episode yang aku yakin sudah tertulis di Lauhmahfuz ini.
Dengan mimik muka kejengkelan diserahkan juga surat tilang itu kepadaku dan lagi-lagi kuterima dengan baik dan penuh senyuman serta isyarat paras muka yang mewakili isi hatiku ”Jangan anggap semua orang sama dengan mu pak”. Dan tepat waktunya aku bersidang di pengadilan Jakarta Selatan untuk mengambil SIM-ku. Semoga Allah memberi hidayah kepadanya dan mengampuni segala kesalahannya. Amin......
Jumat, 25 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
guruku yang hebat...
terima kasih pak sudah menginspirasi saya selama ini..
smoga ilmu dari bapak bisa terus mengalir terus..
Posting Komentar