Jumat, 25 April 2008

Polisi : “Ditilang Dek ?”

Walau sudah 12 tahun yang lalu, ingin rasanya kutulis kejadian itu. Tepatnya dijalan Sudirman dekat lampu merah aku salah jalan, ternyata motor dilarang lewat jalur itu, priiiiitttttt seketika aku terkejut karena priwitan polisi yang nyaris tertelan itu ditujukan padaku. ”Selamat siang mas”, seraya hormat dan mencabut kunci motorku.

Dengan santai sesuai pintanya kudorong motorku merapat keposko tawar menawar di sudut jalan itu. Ironisnya yang selalu terpikir olehku adalah saat-saat sepert itu memang sesuatu yang sangat mengasikkan bagiku, maklumlah sudah cerita kuno kalau pak polisi akan ngajak damai, tawar menawar, sepakat lalu tancap gas........

”Anda melanggar mas, motor tidak boleh lewat jalur ini” katanya, aku sudah siap beraksi, ”Oo.. bgitu ya pak, jadi harusnya lewat mana ya pak” jawabku dengan sopan. Lalu dengan berlaga ramahnya sang ”pelayan masyarakat itu” mengatakan ”lain kali anda lewat jalur ini, lalu jalur itu”. ”Oo begitu ya pak, terima kasih pak lain kali saya akan lewat situ” jawabku dengan mimik muka innocent.

Sambil liat-liat kesekitar bundaran dengan patung yang mesti akan dibongkar Nabi Ibrahim bila ada pada zamannya, aku menunggu dan yakin polisi itu akan memulai aksinya. Tiba-tiba ” Ditilang dek?” tanyanya polos, ”Iya pak silahkan” jawabku santai. Lalu polisi itu menjauh sekitar 8 meter selama 5 menit entah apa yang dilakukannya. Berikutnya , ”Ditilang saja dek ?” dia coba bertanya lagi, ” Oo..iya pak silahkan” , jawabku menggoda.

Ia mulai menghianati negera ini. Rupanya polisi yang tak kuingat pangkatnya itu kurang mendapat pelajaran teknik ”punglingisasi” yang baik, pertanyaan yang sama dan menjauh lagi dengan jarak & waktu yang nyaris sama. Aku yakin sesaat lagi aku berhasil ngerjain tikus kecil kota yang kotor tapi berlaga bersih ini, semakin kunikmati setiap episodenya. Dasar gak kreatif, dia kembali kepadaku ”Jadi bener ditilang nih dek ?” tanyanya lagi tidak sopan, dia pikir aku manusia dungu yang tidak mengerti bahasa manusi atau memang tampangku yang keliatan dungu, bisa jadi. Agar tidak keliatan dungu spontan kujawab ”Memang bisa gak ditilang ya pak?” jadi dungu beneran. Tak kalah spontan dia menjawab ”Ya gak bisa...., harus ditilang”. Dia sedang menunjukkan kedunguan sejatinya. Bagai bola pimpong yang dimainkan team Jepang, langsung pula kujawab. ” Ya sudah to pak ditilang saja, kenapa pake tanya” dengan sedikit menunjukkan kewibawaan & kepuasan atas kemenangan satu episode yang aku yakin sudah tertulis di Lauhmahfuz ini.

Dengan mimik muka kejengkelan diserahkan juga surat tilang itu kepadaku dan lagi-lagi kuterima dengan baik dan penuh senyuman serta isyarat paras muka yang mewakili isi hatiku ”Jangan anggap semua orang sama dengan mu pak”. Dan tepat waktunya aku bersidang di pengadilan Jakarta Selatan untuk mengambil SIM-ku. Semoga Allah memberi hidayah kepadanya dan mengampuni segala kesalahannya. Amin......

Jumat, 18 April 2008

HP jadul sang pejabat tinggi

Tepatnya bulan ramadhon tahun lalu, kejadian itu sangat berkesan dalam hidupku. Memasuki 10 hari terakhir ramadhon seperti biasanya aku melakukan i’tikaf, kala itu ba’da ashar saat ku coba menghatamkan Al-Qur’an hp-ku berdering, kulihat jelas dalam layar initial HNW, Subahanllah, aku tersentak, apa gerangan yang membuat seorang ketua MPR menghubungiku seraya kuangkat. ”Assalamu’alaikum wr.wb, afwan akhi, antum sedang i’tikaf ?”, suara yang kudengar dari dari HP-ku, dengan penuh hormat kujawab ”iya ustad insya Allah”, ”Mengganggu gak kalau antum keluar sebentar untuk menemani saya ketemu Wapres (Wakil Presiden RI) malam ini skitar jam 20.30” lanjut orang yg bersahaja dan banyak disegani orang itu. Dengan bersegera kujawab insya Allah ustad, karena aku tahu betul bahwa bertemu dengan Wapres saat itu juga bagian dari perjuangan dakwah yang tidak kalah pentingnya dengan i’tikaf.

Kusiapkan betul apapun untuk pertemuan malam itu agar tidak mengecewakan orang yang aku hormati, sengaja aku berangkat ba’da magrib dan sholat isya dijalan agar tidak terlambat datang kerumah beliau, karena kami akan berngkat bersama satu mobil dari rumah beliau.

Saat itu tepat jam 20.00 kami sudah masuk ke rumah Wapres, karena sudah ada janji dan yang datang juga setingkat pejabat tinggi negeri ini kecuali diriku, para ajudan dan pelayan disana sudah bersiaga menyambut kedatangan kami. Apalagi secara struktur kepemimpinan dinegeri ini Wapres harus melaporkan pertanggungjawabannya kepada beliau. Kesan sederhana & bersahajapun terasa dirumah dinas Wapres itu, entah ada hal yang kurasakan berbeda, kucoba menerawang setiap sudut ruang, oo..akhirnya kutemukan satu hal yang bisa jadi membuat suasana berbeda, ketika kulihat dalam subuah bingkai foto yang juga biasa-biasa saja foto sang ibu Wapres yang mengenakan jilbab cukup tertutup & rapi. Ah...mungkin karena aku terbiasa ada didalam komunitas sperti itu pikirku. Tapi apapun senang rasanya punya Wapres yang memiliki istri sholehah.

Kami diterima oleh Wapres sangat hangat saat itu. Tidak tersasa obrolan kami bertiga sudah lebih dari 1,5 jam, maklumlah kalau pejabat tinggi bertemu mesti ada saja yang mereka bicarakan dari persoalan rakyat, pembangunan daerah tertinggal dan lainnya. Yang tidak kalah serunya adalah pembahasan klasik umat islam mengenai penetatapan jatuhnya tanggal 1 syawal, repot juga ya ternyata jadi pejabat, pantas kalau Allah tidak membebaniku dengan jabatan itu karena mesti aku tidak akan sanggup memikulnya.

Menjelang pamit, kami sempat menyampaikan bahwa kami sedang membangun kembali masjid yang sebelumnnya terkena gempa di sekitar Klaten, Jawa Tengah, beliau menawarkan Wapres untuk beramal jariyah melalui masjid tersebut, tanpa pikir panjang sang Wapres menyambutnya dan langsung meminta nomor rekening yayasan pengurus masjid tersebut. Perlahan beliau mengeluarkan HP kecilnya ”Afwan akh tolong antum catatkan ya, nomornya ada di sini” sambil menyerahkannya kepadaku untuk mencatatkan no rekening yang ada dalam HP tersebut. Dengan full respon kuambil dan segera mencatatnya, namun Masya Allah aku terkejut memegang HP seorang pejabat tinggi yang sedang bertemu Wapres itu, kalau saja bentuk HP itu aku tidak familier mesti aku tidak akan tau apa mereknya, warnanya yang pudar, grepes-grepes dan yang tidak kalah membuat aku bingung adalah ketika ingin kutelusuri catatan no rekengng tersebut aku kesulitan menggunakannya karna angka & tanda pada tombolnya sudah tidak terlihat. Hasrat hati ingin bertanya bagaimana membukanya karna kuyakin beliau sudah hafal tombolnya walau tidak terlihat karena mungkin sudah menggunakannya bertahun-tahun. Karena malu pada diriku sendiri, apalagi kalu ingat HP-ku yang sok borju, lalu kuniatkan untuk trial & erorr tombol-tombol tersebut & alhamdulillah akhirnya aku mampu menaklukkannya, kudapat no rekening itu dan kucatat. Sebelum kukembalikan sempat kuperhatikan & kupikirkan kembali HP kecil seorang pejabat tinggi itu. Subbhanallah ketika keimanan tertancap didada maka harta dan kemewahan dunia tidak akan mampu menguasainya. Sebenarnya banyak pengalaman ku dan teman-2 yang sangat berkesan dengan beliau, tapi pengalaman kali ini sangat berkesan buatku dan mampu mere-charge motivasiku yang hampir turun saat bejuang bertahan istiqomah dalam i’tikafku di tahun ini.

Semoga Allah selalu menjaga dan tidak membiarkan beliau mengurus rakyat & negeri ini sendiri, karna hanya dibawah pengurusan Allah SWT sajalah beliau akan mampu dan selamat dalam mengurus segala urusan dinegeri ini.